Senin, 04 Juli 2011

PERADABAN BARAT MODERN DALAM TIMBANGAN ISLAM

Semangat Peradaban Barat Modern
Peradaban Barat modern saat ini jika dianalisis secara teliti akan nampak bahwa tubuhnya merupakan komponen-komponen dari berbagai keberhasilan teknologi, kemakmuran fisik, dan segala jenis kemudahan duniawi. Sarana transportasi yang demikian modern, peralatan telekomunikasi canggih, dan perkembangan teknologi modern yang hampir menyentuh segala aspek kehidupan kemanusiaan merupakn buah dari peradaban Barat yang tak dapat dipungkiri kegunaan dan manfaatnya, kecuali oleh orang-orang yang picik.
Dilain pihak, dibalik segala kemajuan dan kecanggihan teknologi tersebut, nampak berbagai kelemahan dan bahaya yang menyerang aspek spiritualisme dan kejiwaan manusia. Peningkatan penderita psikopath, stress dan depressi; kerusakan moralyang mengakibatkan berbagai penyakit sosial___seperti: Tawuran pelajar, penyalahgunaan narkoba, dan pergaulan yang serba permisifistis___sehingga berakibat meningkatnya kasus kehamilan diluar nikah dan ledakan penderita AIDS. Hal ini terjadi karena jiwa peradaban modern bersumberkan pada materialisme pragmatis serta ideologi buatan manusia yang kering dari nilai-nilai transedental dan kesucian ruhiyyah.
Akar Ideologis Peradaban Barat
Peradaban Barat jika dilihat dari segi ilmiah bersumber pada filsafat rasionalisme ilmiah[1], yang mendasarkan segala sesuatu pada penelitian dan eksperimen. Walaupun perlu dicatat bahwa metode penelitian dan eksperimen merupakan metode yang ditemukan oleh para ilmuwan muslim dan berasal dari Islam[2].
Karakteristik Peradaban Barat
Prof. DR. yusuf Al Qardhawi (1995)___seorang pakar fikih dan pemikir Islam paling terkemuka di dunia saat ini___membuat analisis tentang beberapa karakteristik Pemikiran Barat Modern berdasarkan Pemikiran Islam, sebagai berikut:
I. Tidak Mengenal Allah Secara Benar
Peradaban Barat modern tidak mengenal Allah secara benar. Konsep ketuhanan mereka hanya menganggap Tuhan sebagai penguasa langit, tetapi Tuhan tidak berkuasa di bumi. Bumi adalah daerah kekuasaan manusia dan Tuhan tidak boleh ikut campur dalam urusan manusia. Mengapa? Karena manusia lebih mengetahui apa yang baik bagi dirinya daripada Tuhan dan Tuhan terlalu suci untuk ikut mengatur semua itu.
Pemahaman ini bersumber dari konsep pemikiran Aristoteles dan Plato tentang Tuhan. Menurut Aristoteles, Tuhan adalah Mahasuci dan karena ke-Mahasucian-Nya maka Tuhan tidak memikirkan segala sesuatu yang diciptakan-Nya. Ia hanya disibukkan memikirkan diri-Nya. Lebih jauh dari Aristoteles, Plato___murid Aristoteles___, lebih “menyucikan” Tuhan, sehingga Tuhan menurut Plato tidak memikirkan apa-apa. Sebab, Ia terlalu suci untuk berpikir, walaupun memikirkan diri-Nya. Sungguh menyedihkan!
2. Mitos Primetheus Si Pencuri Api Suci
Dalam filsafat Yunani kuno dikenal sebuah cerita mitos tentang Primetheus si pencuri api suci. Ia seorang manusia penjaga api ilmu pengetahuan milik Tuhan (Dewa Zeus). Lalu, ia (Primetheus) mencuri api ilmu pengetahuan dan melarikan diri ke dunia. Dengan bekal ilmu pengetahuan tersebut, ia mampu mengembangkan dan membangun dunia. Tetapi, hal itu menimbulkan kemarahan Tuhan, sehingga berakhir pada « perkelahian » antara Tuhan dengan manusia yang dimenangkan oleh manusia.
Mitos sederhana ini berdampak begitu mendalam terhadap mayoritas masyarakat Barat. Dua kata kunci (keyword) dari mitos tersebut yang dapat diambil, yaitu: Konflik manusia dengan Tuhan dan manusia dengan alam. Sebagian besar masyarakat Barat membenci Tuhan yang digambarkan tidak rela ilmu-Nya dipelajari oleh manusia (hal ini kemudian tercermin pula pada kitab Injil tentang perkelahian manusia dengan Tuhan, ajaran Marx bahwa agama adalah candu bagi masyarakat dan puisi Nietsche yang menyatakan bahwa Tuhan telah mati).
Kata kunci yang kedua adalah konflik antara manusia dengan alam. Sebagian besar masyarkat Barat menganggap alam sebagai musuh yang harus ditaklukkan (bukan mitra manusia sebagaimana dalam pandangan Islam yang tercermin dalam Hadis-hadis Rasulullah saw., diantaranya, “gunung Uhud ini mencintai kita dan kitapun mencintainya.” “Kalau kalian berperang jangan membunuh binatang ternak, jangan menebang pohon-pohon dan membakar lading-ladang kecuali untuk keperluan makan kalian.”) Pandangan ini diimplementasikan dalam bentuk eksploitasi terhadap alam. Akibatnya, terjadi kerusakan ozon dan lingkungan, serta habisnya energi sumber daya alam di bumi.
3. Terperangkap Aliran Materialisme
Aliran materialisme menjadikan interpretasi atas segala sesuatu berdasarkan materi semata-mata. Apa yang ditangkap oleh pancaindra harus diterima. Sementara, apa yng ditangkap di luar pancaindra adalah nonsense yang tidak perlu digubris apalagi dipikirkan. Aliran materialisme ini kemudian berkembang dan menafikan segala sesuatu yang bersifat norma dan akhlak, menganggapnya sebagai kepura-puraan (dengan menyelewengkan arti kata munafiq), dan pada fase finalnya adalah mengingkari segala yang gaib.
Ajaran materialisme lalu masuk ke segala bidang. Pepatah time is money tidak lagi memperdulikan apakah uang tersebut halal atau haram. Pernikahan tidak ditujukan untuk bersama-sama melaksanakan rida Allah Swt. sekuat tenaga, tetapi mengedepankan nilai materi semata. Pendidikan lebih mengutamakan pada konsumsi akal semata dan menbiarkan kegersangan batindan ruhani.
4. Bahaya Aliran Sekulerisme
Ajaran sekulerisme berawal pada abad pertengahan. Setelah Barat belajar pengetahuan dari Islam, bermunculanlah para ilmuwan dan pakar dengan berbagai teori (yang kemudian ditentang oleh para agamawan disana) yang berbunut pada peperangan antara ilmuwan dengan agamawan. Akibatnya, terjadinya pembantaian besar-besaran terhdap para ilmuwan, dengan penyaliban dan pembakaran (termasuk yang terbunuh, diantaranya Galileo Galilei di pengadilan Roma). Karena para ilmuwan berada pada kebenaran, drama ini diakhirin dengan pemberontakan besar-besaran menentang gereja yang berakibat lahirnya ajaran sekulerisme, yang memisahkan agama dari ilmu pengetahuan dan memisahkan agama dari hukum dan Negara.
Sejarah lahirnya sekularisme di Barat yang demikian pahit dan melahirkan permusuhan pada agama dapat dipahami. Tetapi beberapa pertanyaan yang crucial dan perlu dijawab adalah: Apakah karena ajaran Islam sehingga ia harus turut menanggung akibatnya? Apakah karena ajaran Islam bertentangan dengan ilmu pengetahuan, sehingga keduanya perlu dipisahkan? Bukankah dalam sejarah Islam tidak pernah terjadi pertentangan antara agama dan ilmu pengetahuan sebagaimana yang terjadi di Barat? Bukankah ditangan para intelektual Islamlah berkembangnya ilmu pengetahuan dan akhlak secara bersama-sama, yang kemudian dipelajari dan dikembangkan oleh para sarjana di Barat (ilmu pengetahuanny saja) sehingga melahirkan bahwa agama tidak ilmiah dan tidak sesuai dengan logika.
Lebih berbahaya lagi, jika agama dipisahkan dari kehidupan sehari-hari, sehingga setiap orang bebas untuk berbuat maksiat walaupun ia Muslim, tanpa seorangpun boleh mencegahnya. Ini jelas bertentangan dengan prinsip Islam yang menganjurkan amar makruf nahi mungkar. Hadis Rasulullah saw., “Ubahlah kemungkaran itu dengan tanganmu, jika tidak mampu maka dengan lisanmu dan jika tidak mampu maka dengan hatimu, tapi itu adalah selemah-lemah iman.” Sebagai seperangkat aturan dan norma, agama pun seorangpunmembutuhkan pengakuan dan institusi dari pemerintah yang menjamin pemberlakuan sanksi bagi pelanggar-pelanggarnya. Mengapa? Hal ini dilakukan demi terpeliharanya eksistensi dan orisinalitas ajarannya.

5. Superioritas Atas Bangsa Lain

Kelemahan suatu kelompok, suku, ras, atau bangsa adalah jika ia sudah merasa lebih tinggi dari bangsa yang lain, sehingga menganggap bangsa lain sebagai bangsa yang boleh direndahkan dan dieksploitasi. Superioritas Jerman dengan ras Arianya telah melahirkan rezim Nazisme Hitler dengan korban yang besar. Superioritas kulit putih Australia menimbulkan penindasan terhadap bangsa Aborigin sebagai bangsa asli benua tersebut. Superioritas kulit putih Amerika telah menjadi alat penindasan terhadap bangsa kulit hitam (Ku Klux Clan) dan Indian Amerika. Kesemua kesombongan kebangsaan dan ras itulah yang telah mengukir lembaran hitam dalam sejarah manusia dengan penjajahan yang dilakukan bangsa Barat selama ratusan tahun terhadap bangsa timur yang menimbulkan dua perang terbesar dunia dengan korban jutaan manusia.
Hal ini yang merupakan kelanjutan dari sikap superioritas Barat atas bangsa lain ini adalah politik hegemoni Barat atas bangsa lain. Dijadikannya PBB sebagai alat oleh Amerika dan Barat untuk melanggengkan kepentingannya. Dan, lembaga keuangan dunia sebagai penekan bagi negara-negara berkembang membuktikan sikap ini.





[1] Saat ini sudah berkembang ke aliran konstruktifisme pascamodernis yang berbeda dengan periode sebelumnya.
[2] Lih. Briffold, George Sarton dan Gustav Le Bon dalam Qardhawi (1995).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar