Selasa, 23 November 2010

PENYAKIT SOMBONG




            Pengertian sombong yang sesungguhnya ialah mengingkari (menafikan) nikmat-nikmat Allah dengan tingkah membangkang perintah-perintahNya. Sombong terhadap manusia dapat diartikan dengan membangga-banggakan diri atas orang lain. Perilaku sombong merupakan cermin ego diri, merasa paling besar dan paling hebat di antara orang lain.
            Islam memberikan solusi untuk menghancurkan sifat ego diri dengan ketakwaan, sebagaimana yang difirmankan Allah swt:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara  kamu adalah orang yang paling bertakwa di antara kamu.”(Al Hujurat: 13)
            Oleh sebab itu, kemuliaan seorang manusia bukanlah terletak pada label-label keduniawian, seperti harta, tahta, keturunan, ataupun popularitas. Akan tetapi, sumber kemuliaan itu ada pada derajat ketakwaannya.
            Sombong adalah penyakit jiwa akut yang dapat membinasakan pelakunya. Ia merupakan jalan menuju kekufuran dan datangnya laknat Allah. Betapa banyak contoh pelaku sejarah yang binasa akibat kesombongannya, seperti Fir’aun, Namrud dan Qarun. Bahkan, kesombongan jugalah yang menyebabkan iblis terusir dari surga karena tidak mau taat kepada perintah Allah untuk sujud kepada Nabi Adam as.
            Apabila hati manusia telah diliputi sifat sombong, maka kekufuran akan mewarnai hidupnya. Kemudian hati yang kufur akan melahirkan tindak kemaksiatan dan perilaku dosa. Sombong merupakan cermin nyata keingkaran, penolakan dan keangkuhan diri. Ia bertolak belakang dengan sujud yang merupakan cermin ketundukan dan kepatuhan serta kefokusan hati. Karenanya, sombong dan sujud tidak akan pernah bersatu di hati manusia.
            Allah swt berfirman,
“Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembahKu akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.” (Ghaafir: 60)
“Maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri itu.” (An nahl: 29)
            Adapun faktor dominan pemicu kesombongan manusia adalah:
1.     Ilmu
Ialah munculnya perasaan lebih mulia dari orang lain dan mendapat derajat di sisi Allah dikarenakan ilmunya. Kesombongan karena ilmu sering dipicu oleh dua hal:
1. Ilmu yang dipelajari bukan ilmu hakiki. Karena hakikat ilmu adalah mampu memperkenalkan manusia akan Rabbnya. Ilmu yang demikian akan melahirkan sikap tawadhu bukan takabbur. “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya, hanyalah ulama.” (Fathir: 28)
2. Keadaan hati yang kotor saat menuntut ilmu, sehingga salah niatnya, karenanya, ia sombong dengan ilmu yang didapatnya.
2.     Amal ibadah
Seseorang yang memilih jalan hidup zuhud tidak otomatis terbebas dari penyakit sombong. Ia bisa saja merasa lebih mulia dan bersih dengan kezuhudannya.
Rasulullah saw bersabda, “Jika kamu mendengar ada orang yang berkata : “Binasa semua manusia”, maka dialah yang paling dahulu binasa.” (HR. Muslim)
3.     Kedudukan dan Keturunan
Seseorang yang merasa berasal dari keturunan terhormat, akan menganggap dirinya layak untuk dijunjung dan dihormati. Padahal Rasulullah saw melarang perbuatan ini.
4.     Kelebihan fisik
Sombong karena ketampanan atau kecantikan, sehingga ia cenderung mencela dan menggunjing kekurangan pihak lain.
5.     Harta Kekayaan
Orang-orang yang merasa lebih kaya cenderung meremehkan orang-orang miskin, baik dengan ucapan maupun sikapnya.
6.     Kekuasaan
Kekuasaan sering mendatangkan kesombongan dan keangkuhan atas mereka yang lemah dan tidak berdaya.
7.     Pengikut atau Pendukung
Misalnya seorang pejabat yang sombong karena banyak massanya, atau seorang guru yang sombong karena banyak muridnya.
            Di antara tanda sombong adalah sulit menerima pendapat dan pandangan orang lain, mudah marah, memilih-milih kawan, suka meninggikan suara saat berbicara, sulit memberi maaf dan jika ia salah sulit untuk meminta maaf, gila dihormati dan dipuji, gampang mendendam, tidak bisa menghargai jasa baik orang lain, tidak pandai mensyukuri nikmat Allah, dan sebagainya.
            Manusia yang sombong akan dijauhkan dari cahaya petunjuk Allah. Nilai kemanusiaannya akan jatuh ke level paling rendah, serta semua laku perbuatannya jauh dari berkah. Mereka akan menjadi manusia yang paling hina di dunia dan di akhirat. Oleh sebab itu, bersikaplah rendah hati, agar cahaya keimanan memenuhi hati, sehingga jauh dari tipu daya setan.

PENYUCIAN HATI



Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri.” (QS. Asy-Syams: 9). Dalam hal ini, membersihkan diri dari akhlak tercela. Oleh karena itu perlu diketahui beberapa pokok akhlak yang tercela:

1.     Rakus Makan
Lambung merupakan sumber syahwat. Darinya timbullah nafsu berahi. Kemudian, jika nafsu makan dan berahi sudah menguasai, maka timbullah keserakahan terhadap harta. Demi mendapatkan harta, maka muncullah nafsu kehormatan. Ketika harta dan kehormatan sudah diraih, maka bermunculanlah semua penyakit seperti sombong, riya, iri, dengki, dan permusuhan.
Sesungguhnya lapar memiliki manfaat, seperti:

Pertama, menjernihkan hati dan menuntun kearifan. Sedangkan kenyang mendatangkan kemalasan dan membutakan hati. Kedua, melembutkan hati hingga dapat merasakan kelezatan munajat dan mendapat pengaruh zikir dan ibadah. Ketiga, menundukkan jiwa dan menghilangkan kesombongan dan kelaliman dari hati. Keempat, ujian adalah salah satu pintu surga. Kelima, menghancurkan nafsu maksiat. Keenam, meringankan badan untuk melaksanakan tahajud dan ibadah serta menghilangkan kantuk yang menjadi penghalang ibadah. Ketujuh, melemahkan nafsu, merasa cukup dengan sedikit harta dunia, dan mampu mengutamakan orang miskin.

2.     Keserakahan Bicara
Sesungguhnya tindakan seluruh anggota tubuh berpengaruh pada hati. Beberapa penyakit yang menimpa lidah manusia yaitu:

Pertama, dusta. Dusta adalah perbuatan haram kecuali dalam tiga hal: seseorang yang berkata-kata untuk mendamaikan, berkata-kata ketika perang, dan seseorang yang memuji istrinya. 

Kedua, menggunjing. Batasan menggunjing adalah engkau membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang dia tidak senang andaikata tersampaikan kepadanya, walaupun engkau benar. Mengunjing dibolehkan dalam enam hal. Pertama, orang yang dizalimi ketika mengadukan kezaliman orang yang zalim kepada penguasa untuk menghentikan kezalimannya. Kedua, orang yang dimintai tolong untuk mengubah kemungkaran diperbolehkan untuk memperdengarkan gunjingan kepadanya. Ketiga, pencari fatwa bila dia perlu mengungkapkan pertanyaan. Keempat, memperingatkan seorang muslim dari kejahatan seseorang. Kelima, dikenal dengan nama yang mengandung aib, seperti A’raj (pincang), akan tetapi mengubah ke nama lain itu lebih baik. Keenam, orang yang terang-terangn menampakkan aibnya dan tidak malu untuk disebut-sebut.

Nabi SAW bersabda, ”Sesungguhnya menggunjing itu lebih cepat membakar kebaikan seorang hamba daripada api membakar sesuatu yang kering.”
Ketiga, perbantahan dan perdebatan. Batasan perbantahan adalah menentang pernyataan orang lain dengan menonjolkan kelemahannya, baik dalam redaksi maupun dalam makna.
Keempat, senda gurau. Senda gurau yang berlebihan menyebabkan banyak tertawa, mematikan hati, menyebabkan kelemahan, dan menjatuhkan kharisma dan wibawa.
Kelima, pujian. Dalam pujian terdapat enam penyakit. Penyakit pada yang memuji adalah pertama, kadang-kadang ia akan menjadi pendusta karena berlebihan dalam memuji. Kedua, kadang-kadang menjadi munafik yang riya’. Ketiga, ia akan menjadi orang yang serampangan dalam berkata-kata, dan keempat ia bisa saja akan menggembirakan orang-orang yang zalim. Sedangkan bagi yang dipuji, pertama memunculkan kesombongan diri dan kedua, ia akan gembira sehingga melemahkan kerjanya dan senang dengan dirinya.

3.     Marah
Yang dilakukan terhadap marah ini adalah pertama, menghancurkannya dengan latihan, yaitu dengan membiasakan sikap sabar. Kedua, menekan marah ketika ia menyerang dan menahan diri, yang dibantu dengan ilmu dan amal.

4.     Dengki
Rasulullah SAW bersabda, ”Dengki (iri) dapat melahap kebaikan, seperti api melahap kayu bakar.” Ada dua hal berkenaan dengan penyakit ini, pertama, jangan menampakkan kedengkian dengan kata-kata, anggota badan, dan perbuatan yang bersifat disengaja.

5.     Kikir dan cinta harta
Allah SWT berfirman, ”Dan siapa saja yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. 59: 9). Batasan kikir adalah tidak memberikan sesuatu yang diwajibkan oleh syariat atau oleh sifat muru’ah (kehormatan diri). Penyembuh sifat kikir adalah dengan ilmu dan amal. Adapun dengan ilmu adalah mengetahui bahaya dari kikir berupa kehancuran di akhirat dan celaan di dunia. Adapun dengan amal adalah mampu mengendalikan diri untuk membelanjakan harta dengan pemaksaan dan latihan sehingga menjadi kebiasaan.

6.     Ambisi dan cinta kedudukan
Hakikat kedudukan adalah menguasai hati orang lain, supaya tunduk kepada pemilik kedudukan sesuai dengan keinginannya, dan agar mengucapkan kata-kata berisi pujian atasnya serta berusaha agar segala kebutuhannya dipenuhi. Kedudukan bermakna tinggi hati, kesombongan dan kemuliaan.

7.     Cinta Dunia
Semua bagian yang engkau miliki sebelum kematian, maka ia adalah duniamu, kecuali ilmu, makrifat, dan kebebasan. Termasuk dalam semua urusan dunia adalah seluruh perusak batin yang berupa dengki, sombong, iri, riya’, kemunafikan, bermegah-megah, berbanyak-banyak, cinta dunia, dan suka pujian. Nabi Isa as berkata, ”Cinta dunia dan cinta akhirat tidak akan menempati hati seorang mukmin, sebagaimana air dan api tidak akan menempati suatu wadah.”

8.     Sombong
Allah SWT berfirman, ”Demikianlah Allah mengunci mati hati orang-orang yang sombong dan sewenang-wenang.” Hakikat kesombongan adalah melihat diri sendiri lebih tinggi daripada orang lain dalam sifat-sifat kesempurnaan. Di balik kesombongan terdapat tiga keburukan yang besar. Pertama, menyaingi Allah Ta’ala dalam sifat yang khusus bagiNya. Kedua, membawanya untuk menentang kebenaran dan memandang rendah orang lain. Ketiga, membuat penghalang antara dirinya dan seluruh akhlak terpuji. Pengobatan terbaik untuk menghilangkan keburukan sifat sombong adalah dengan mengenali diri sendiri yang awalnya adalah setetes mani yang menjijikkan, sedangkan akhirnya adalah bangkai yang busuk dan selama rentang waktu antara kedua hal tersebut dia hanya membawa kotoran.

9.     Bangga Diri
Allah SWT berfirman, ”Maka janganlah kamu merasa dirimu suci. Dialah yang paling tahu tentang orang-orang yang bertakwa.” (QS. An Najm: 32). Hakikat ujub (bangga diri) adalah pengagungan diri sendiri, khususnya yang berupa kenikmatan dan kepercayaan kepadanya dengan lupa menghubungkannya kepada Pemberi nikmat dan keamanan dari kehilangannya.

10.           Riya’
Dalam Al Qur’an Allah SWT telah menyampaikan, ”Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, dan orang-orang yang berbuat riya’.” (QS. Al Maaun: 4-6). Riya’ merupakan syirik terkecil. Hakikat riya’ adalah mencari kedudukan di hati orang lain melalui ibadah dan amal-amal yang baik, dan tidak ada yang berbuat riya kecuali enam kelompok. Pertama, riya’ dari segi badan. Kedua, riya dengan tingkah laku. Ketiga, riya dalam berpakaian. Keempat, riya’ dengan kata-kata. Kelima, riya dengan amal perbuatan. Keenam, riya dengan banyaknya murid, kawan, dan sering dikunjungi ulama atau penguasa.


Senin, 22 November 2010

Kami Adalah Dai

Kami Adalah Dai

Oleh: Sofyan Siroj Aw, Lc, MM


Nahnu Du’aatun Qabla Kulli Syai’in. “Kami adalah dai sebelum jadi apapun”.
Suatu gambaran pribadi yang unik dengan penataan resiko terencana untuk meraih masa depan bersama Allah dan Rasul-Nya. Inilah kafilah panjang, pembawa risalah kebenaran yang tak putus sampai ke suatu terminal akhir kebahagiaan surga penuh ridha Allah swt.

Setiap muslim adalah dai. Kalau bukan dai kepada Allah, berarti ia adalah dai kepada selain Allah, tidak ada pilihan ketiganya. sebab dalam hidup ini, kalau bukan Islam berarti hawa nafsu. Dan hidup di dunia adalah jenak-jenak dari bendul waktu yang tersedia untuk memilih secara merdeka, kemudian untuk dipertanggungjawabkan di hadapan Rabbul insan kelak. Bagi muslim, dakwah merupakan darah bagi tubuhnya, ia tidak bisa hidup tanpanya. Aduhai, betapa agungnya agama Islam jika diemban oleh rijal (orang mulia).

Dakwah merupakan aktivitas yang begitu dekat dengan aktivitas kaum muslimin. Begitu dekatnya sehingga hampir seluruh lapisan terlibat di dalamnya.Sayang keterlibatan tersebut tidak dibekali ”Fiqh Dakwah” sehingga kerusakan yang ditimbulkan jauh lebih besar daripada kebaikan yang diperbuat.

Disini menjadi jelas akan pentingnya kebutuhan terhadap fiqh dakwah, sebagaimana digambarkan para ulama, bahwa ”kebutuhan manusia akan ilmu lebih sangat daripada kebutuhan terhadap makan dan minum”. Sehinga penting bagi kaum muslimin yang telah dan hendak terjun dalam kancah dakwah untuk membekali diri dengan pemahaman yang utuh terhadap Islam dan dakwah Islam. Karena orang yang piawai dalam menyampaikan namun tidak memiliki pemahaman yang benar terhadap Islam ”sama bahayanya” dengan orang yang memiliki pemahaman yang benar akan tetapi bodoh di dalam menyampaikan, mengapa?

Pertama; ia akan menyesatkan kaum muslimin dengan kepiawaiannya (logika kosongnya). Kedua; Hal itu akan menjadi ”dalil” bagi orang-orang kafir dalam kekafirannya (keungulan bungkusannya).

Adalah fiqh dakwah merupakan sarana untuk menjembatani lahirnya pemahaman yang shahih terhadap Islam didukung kemampuan yang baik di dalam menyampaikan. Sehingga dengan aktivitas dakwah ini ummat dapat menyaksikan ”Islam” dalam diri, keluarga dan aktivitas para dai yang melakukan perbaikan ummat secara integral, mengeluarkan manusia dari pekat jahiliyah menuju cahaya Islam.

Bagi mereka yang yang berjalan diatas rel kafilah dakwah menuju cahaya dan kebahagiaan dunia dan akherat, dapat melihat prinsip-prinsip dakwah dan kaidah- kaidahnya, agar menjadi hujjah atau pegangan bagi manusia dan menjadi alasan di hadapan Allah, Ustadz Jum’ah Amin Abdul Aziz memaparkan tentang hal ini, yaitu; ”Fiqh Da’wah: Prinsip dan kaidah dasar Dakwah”, yang diambil dari usul fiqh sebagai bekal para dai tersebut adalah sebagai berikut:

1. Qudwah (teladan) sebelum dakwah
2. Menjalin keakraban sebelum pengajaran
3. Mengenalkan Islam sebelum memberi tugas
4. Bertahap dalam pembebanan tugas
5. Mempermudah, bukan mempersulit
6. Menyampaikan yang ushul (dasar) sebelum yang furu’ (cabang)
7. Memberi kabar gembira sebelum ancaman
8. Memahaman, bukan mendikte
9. Mendidik bukan menelanjangi
10. Menjadi murid seorang imam, bukan muridnya buku.

Harapan, kiranya Allah swt senantiasa mencurahkan taufiq dan petunjuk-Nya kepada para dai yang ikhlas menyeru manusia ke jalan Allah, memperbaiki diri, keluarga dan masyarakat serta tempat kerja, sehingga Allah terlibat dalam urusan dan kebijakan-kebijakan yang akan ditetapkan untuk orang banyak, demi tegaknya tatanan Islam yang indah dalam kehidupan dengan bimbingan Alah dan sesuai panduan manhaj (aturan) dakwah Rasulullah saw. Wallahu ‘alam