Minggu, 03 Juli 2011

ISLAM TENTANG CINTA




Cinta merupakan sesuatu yang memang diciptakan Allah pada manusia dan beragam bentuknya sesuai dengan objek yang dikenal dan diketahuinya serta indra yang ada. Setiap indra mengenal hanya satu jenis objek, lalu menikmatinya dan akhirnya mencintainya.

Apabila cinta hanya sebatas apa yang dikenali panca indra, maka mungkinkah Allah swt dicintai, sementara Dia tidak dapat dikenali lewat panca indra dan tidak dapat digambarkan dalam khayal? Oleh karena itu, Allah memberikan keistimewaan kepada manusia dengan adanya indra keenam berupa akal, nur, hati, atau apapun istilahnya.

Pandangan mata batin jauh lebih kuat dibandingkan pandangan mata lahir. Maka dapat dipastikan bahwa kenikmatan yang dirasakan hati – setelah ia mengetahui berbagai nilai keagungan dan ketuhanan yang tidak mampu dicapai oleh panca indra – jauh lebih sempurna dan lebih memuncak.

Ada lima faktor yang menumbuhkan cinta:
1.      Mencintai keberadaan dirinya, kesempurnaannya dan kelestariannya
2.      Mencintai orang yang berbuat baik kepada dirinya, sehingga dapat membantu kelestarian keberadaannya dan mencegah hal-hal yang dapat membinasakan dirinya
3.      Mencintai setiap orang yang berbuat kebaikan, walaupun bukan kepada dirinya
4.      Mencintai segala sesuatu yang indah, baik melalui citra lahiriah maupun citra batiniah
5.      Mencintai siapapun dan apapun yang memiliki keselarasan batin dengan dirinya.

Jika kelima faktor tersebut menyatu dalam diri seseorang, maka kekuatan cintanya akan berlipat-lipat.  Dan kelima faktor tersebut hanya dapat menyatu secara sempurna dalam pangkuan Allah SWT. Bahwa Allah-lah yang menyebabkan keberadaan dirinya, kelestarian dirinya, mencakup jati diri dan sifat-sifatnya, lahir dan batinnya, substansi dan tabiat-tabiatnya. Allah adalah yang memberikan kebaikan kepada manusia, memenuhi segala hajat dan keinginan dirinya, dan segenap keluarganya tanpa meminta imbalan apapun sebagaimana halnya manusia. Hanya Allah patut dicintai dengan kelebihan ilmu-Nya atas ilmu makhluk-Nya dan dengan keindahan sifat-sifatNya yang maha sempurna. Dia-lah pemangku tunggal keindahan mutlak. Allah memiliki kedekatan sifat dengan manusia. Allah memiliki seluruh sifat terpuji manusia. Dengan sifat terpuji tersebut maka akan mendekatkan manusia kepada Allah swt. Oleh karena itu, tidak ada yang berhak untuk dicintai selain Dia. Itulah cinta yang sesungguhnya.

Allah berfirman, ”Orang-orang yang beriman lebih kuat cintanya kepada Allah.” (Al Baqarah: 165). Rasulullah juga bersabda, ”Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman dengan sempurna sampai Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari apapun.” (Bukhari-Muslim).

Selain itu, Allah juga berfirman, ”Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan Nya.” (At Taubah: 24)
Ayat ini menyatakan ancaman sekaligus pengingkaran terhadap mereka yang tidak mencintai Allah.

Begitu indah dialog antara Nabi Ibrahim dengan malaikat kematian ketika ia hendak mencabut nyawa Sang Nabi. Nabi Ibrahim pun bertanya, ”Pernahkah kamu dapati seorang kekasih ingin membunuh kekasihnya?” Atas pertanyaan Nabi Ibrahim tersebut, Allah pun menurunkan wahyu, ”Pernahkah kamu dapati seorang pencinta yang tak ingin berjumpa dengan kekasihnya?” Lalu dengan mantap Ibrahim berkata, ”Wahai, malaikat kematian, sekarang cabutlah nyawaku!”

Cinta adalah buah dari pengenalan. Oleh sebab itu, siapapun yang mencintai selain Allah tanpa sedikitpun mengaitkannya dengan Allah, itu adalah pertanda bahwa ia belum mengenal Allah sama sekali.

Al Hasan berkata, ”Orang yang mengenal Tuhannya pasti akan mencintai-Nya. Orang yang mengenal dunia pasti akan zuhud darinya. Orang mukmin tidak akan bermain-main kecuali dalam keadaan lupa. Ketika sudah ingat dan merenungkan apa yang ia perbuat, ia pasti akan merasa sedih dan menyesal tak terkira.”

Menurut Harm ibn Hayyan, ”Ketika seorang mukmin sudah mengenal tuhannya Yang Maha Agung dan Maha Mulia, ia pasti akan mencintaiNya. Setelah mencintaiNya, ia pasti akan menghampiriNya. Kala mencicipi manisnya dekat denganNya, ia pasti tidak akan memandang dunia dengan tatapan mata nafsu. Demikian juga ia tidak akan memandang akhirat dengan tatapan mata sayu. Di dunia, menghadap Allah membuatnya begitu lelah. Namun, di akhirat, hal itu membuatnya lega dan nikmat.”

Alam semesta adalah kreativitas Allah. Siapa saja yang melihat, mengenal dan mencintai alam semesta ini lantaran ia adalah perbuatan Allah, niscaya ia akan melihat, mengenal, dan mencintai Allah. Salah satu faktor yang menutup jalan menuju pencarian cahaya makrifat adalah tidak berfungsinya akal bersama keasyikannya terhadap hawa nafsu.

Sebagian orang berpandangan, bahwa cinta kepada Allah adalah sesuatu yang mustahil, bahkan mereka mengingkari keberadaannya. Karena pengingkaran tersebut, otomatis mereka tidak percaya terhadap konsep keintiman spiritual, kerinduan, dan kenikmatan bermunajat kepada Allah. Menurut mereka, cinta kepada Allah tak lain adalah upaya sungguh-sungguh dan terus menerus untuk taat kepadaNya. Padahal, kecintaan kepada Allah adalah sesuatu yang nyata, hakiki, dan bukan sekedar ungkapan kiasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar