Kamis, 20 Agustus 2015

TEMUKAN KEBAHAGIAAN DALAM ISLAM


            Semua muslim hari ini dipastikan telah mengucapkan syahadat sebagai gerbang untuk masuk ke dalam agama Islam. Tinggal bagaimana menguak dan mendalami makna yang dikandung oleh syahadat tersebut. Sebagai seorang muslim seharusnya kita telah memahami apa yang menjadi arti syahadat dan menjadikannya sebagai titik perubahan.

            Sejak dulu hingga hari ini jika manusia diajak untuk berpindah kepada Islam mereka akan senantiasa bertanya, Apa yang saya dapatkan dalam Islam? Apakah saya akan memperoleh kebahagiaan ? Selalu saja pertanyaan seperti itu muncul. Kesalahan yang sering dilakukan umat Islam adalah mereka berhenti pada mengucapkan syahadat. Syahadat hanya pelengkap identitas untuk bisa disebut sebagai seorang muslim. Banyak yang tidak tahu tentang Islam sama sekali bahkan yang paling dasar sekalipun. Bahkan untuk melafalkan kembali syahadat (yang dulu pernah diucapkan) sudah cukup membuat kerepotan. Kondisi ini adalah kondisi mustahil menemukan kebahagiaan dalam Islam. Serta mustahil umat Islam menjadi pemimpin peradaban (trendsetter) yang menjadi rujukan semesta. Selaras dengan yang diproklamirkan Islam rahmatan lil’alamin.


Padahal, mempelajari Islam sesungguhnya adalah mempelajari kebahagiaan. Kebahagiaan dunia yang ditandai dengan khusyuknya kita beribadah kepada Allah SWT. Dalam al-Qur’an, syarat khusyuk ada dua hal ; tidak ada rasa lapar, dan tidak ada pula rasa takut. Kondisi inilah yang disebut dengan sejahtera, aman dan tenteram. Dalam keadaan begini seorang manusia bisa beribadah dengan sangat baik. Keyakinan akan pertolongan dan keputusan yang ditetapkan Allah SWT akan membuat hati seorang muslim menjadi tenang.
Syahadat adalah pintu gerbang untuk berislam. Sehingga tidak bisa dikatakan berperilaku islami jika syahadat belum diikrarkan, sebaik apapun perilaku tersebut. Abu Thalib adalah contohnya, paman nabi Muhammad SAW, ia melakukan segala macam cara melindungi  Rasulullah  dan dakwahnya. Namun sampai akhir hayat ia tidak mengucapkan syahadat. Sehingga segala amal yang dilakukan Abu Thalib menjadi sia-sia. “ Dan kami perlihatkan kepada mereka segala amal yang mereka kerjakan. Lalu kami menjadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan” (Qs. Al-Furqan :23)

Begitulah amal-amal orang kafir, diakui oleh Allah SWT. Disebabkan mereka tidak berislam maka amal kebaikan mereka menjadi tiada berguna.
Bagi yang telah mengikrarkan syahadat, seharusnya syahadat menjadi titik balik dan awal perubahan kepada yang lebih baik. Untuk  menjadikan syahadat sebagai titik awal perbahan maka pemahaman dan pendalaman makna syahadat mutlak dilakukan. Melihat kemaksiatan dan kejahatan banyak dilakukan oleh orang yang mengaku beragama Islam, ini merupakan  suatu pertanda bahwa mereka tidak memahami benar makna syahadat yang diucapkan.

Syahadat juga disebut sebagai ringkasan ajaran Islam. Kalimat pertama, Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, ini adalah ikrar bahwa manusia tidak akan menyembah ilah selain Allah. Dan segala amal yang dilakukan di dunia ini hanya untuk Allah SWT.

Ulama dahulu menyebut kalimat ini sebagai kalimat ikhlas, artinya dengan kalimat ini kita mengikhlaskan segala perbuatan, ibadah yang kita lakukan hanya untuk Allah SWT. Bahkan surat yang mengenalkan kita pada nilai-nilai tauhid disebut juga dengan surat  al- Ikhlas.

Kalimat kedua dalam syahadat adalah muhammadurrasulullah artinya syarat kita menyembah dan beribadah harus seperti yang dicontohkan Rasulullah saw.  Ibadah yang diterima oleh Allah adalah ibadah dilandasi rasa ikhlas serta dicontohkan oleh Rasulullah saw.

Syahadat adalah sebuah ikrar keyakinan dan kesungguhan untuk menjadikan Allah sebagai Tuhan yang diibadahi sesuai dengan yang diajarkan Rasul-Nya Muhammad SAW.

Dengan pemahaman ini seharusnya seorang muslim akan mengorientasikan seluruh hidupnya hanya untuk Allah SWT. Sehingga ia bisa memperoleh ganjaran surga manakala telah meninggalkan dunia.

Namun mengakui Allah sebagai satu-satunya zat yang wajib disembah akan tetapi tata caranya salah maka salah pula secara keseluruhan. Cara penyembahan harus benar, sebab jika salah kita bisa terjebak untuk menjadi seorang musyrik. Misalkan seseorang yang menyembah Allah namun melakukannya melalui perantara maka ia tergolong musyrik.

Suatu ketika dalam perjalanan menuju perperangan Khaibar Rasulllah bertemu dengan seorang pengembala. Pengembala itu didakwahinya sehingga ia memutuskan untuk ikut dengan Rasulullah dan ikut berperang. Dalam perjalanan ia bertanya kepada Rasulullah, “ Kalau Aku meninggal dalam perperangan nanti apa yang akan saya dapatkan?” Rasulullah menjawab, “Engkau akan mendapatkan  surga”. Laki-laki itu berujar, “ Ya Rasulullah aku masuk Islam bukan karena apa-apa, hanya disebabkan kebenaran yang dibawa Rasulullah, dan aku menginginkan kematian dengan cara panah menembus leher.

Benar saja, setelah perperangan selesai. Pengembala tersebut ditemukan dengan leher tertembus anak panah. Rasulullah menyebutkan bahwa laki-laki tersebut adalah pengembala yang baru saja masuk Islam dan ia akan dimasukkan ke surga.

Padahal belum satu sujud ia lakukan, belum satu ruku’ pun ia tunaikan apalagi satu rakaat shalat. Tapi Allah SWT memberikan ganjaran yang luar biasa kepadanya, surga. Itu semua disebabkan keimanan yang dimilikinya utuh. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang mengucapkan La ilaa illa Allah, ia akan masuk surga tentu saja yang dimaksud oleh hadits ini syahadat yang diyakini sepenuh hati dan menjalankan semua konsekuensinya.

Bandingkan dengan kita yang telah menjadi muslim semenjak lahir, sujud dilakukan setiap hari, rukuk juga tidak pernah berhenti. Belum tentu surga akan kita dapatkan karena keimanan kita tidak utuh. Keimanan yang utuh adalah keimanan yang tidak mengandung ragu sedikitpun sehingga seseorang bisa sedekat-dekatnya dengan Allah SWT dengan cara menjawab segala seruan Allah SWT. Sehingga kita tergolong menjadi muslim yang taat dan berhak memperoleh surga. Amin


            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar